
Penyakit pencernaan mencakup segala gangguan pada saluran cerna dari esofagus (kerongkongan), lambung, duodenum (bagian 1–3), jejunum, ileum, hingga kolon (termasuk sigmoid) dan rektum.
Karena saluran ini adalah “pipa hidup” dengan lapisan mukosa, otot polos, saraf enterik, dan mikrobioma yang saling berinteraksi, keluhan dapat beragam—dari heartburn, kembung, diare/konstipasi, hingga perdarahan. Artikel ini merangkum anatomi fungsional, kelompok penyakit utama per segmen, gejala waspada, cara diagnosis, serta prinsip penanganan dan pencegahan.
Peta Anatomi & Fungsi Singkat
- Esofagus: menyalurkan makanan ke lambung; membutuhkan gerak peristaltik dan sfingter bawah (LES) yang rapat agar asam tidak naik.
- Lambung: “blender kimiawi” yang menghasilkan asam & pepsin, mencampur makanan, lalu melepasnya bertahap ke duodenum.
- Duodenum (bag. 1–3): lokasi netralisasi asam dan awal penyerapan (besi, kalsium); bertemu empedu & enzim pankreas.
- Jejunum & Ileum: pusat penyerapan makronutrien (karbo, protein, lemak) dan mikronutrien (vitamin/mineral). Ileum terminal menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
- Kolon (termasuk sigmoid): menyerap air/elektrolit, membentuk feses; dihuni mikrobiota padat. Sigmoid adalah segmen yang “menampung” feses sebelum dikeluarkan.
- Rektum/Anus: kontrol kontinensia; koordinasi saraf-sfingter penting untuk defekasi.
Kelompok Penyakit Utama per Segmen
1) Esofagus
- GERD (gastroesophageal reflux disease): refluks asam → heartburn, regurgitasi, batuk malam. Komplikasi: esofagitis, Barrett’s.
- Esofagitis eosinofilik: peradangan imun-alergi; disfagia dan “makanan nyangkut”.
- Gangguan motilitas: akalasia, spasme difus, hipertonus LES → disfagia/nyeri dada non-jantung.
- Varises esofagus (sirosis) dan karsinoma (terkait rokok/alkohol/Barrett).
Lambung
- Ulkus peptikum (lambung/duodenum): nyeri ulu hati, komplikasi perdarahan/perforasi.
- Gastroparesis (lambat kosong—diabetes, obat), polip & kanker lambung (risiko: H. pylori korpus-atrofi, diet asin/awetan, riwayat keluarga).
Duodenum (bag. 1–3)
- Ulkus duodenum (sering terkait H. pylori, hipersekresi asam).
- Celiac disease (enteropati gluten) → diare kronis, anemia defisiensi besi.
- Kompressi/obstruksi (jarang), duodenitis, atau gangguan empedu/pankreas yang “bermuara” di duodenum.
Jejunum & Ileum
- Penyakit radang usus: Crohn’s disease (lesi tambal-sulam dari mulut–anus; sering di ileum).
- Infeksi (TB usus, parasit), malabsorpsi (SIBO, insufisiensi pankreas), intoleransi laktosa.
- Penyakit ileum terminal → diare empedu, defisiensi B12.
Kolon (termasuk sigmoid)
- IBD: Kolitis ulseratif (kontinu mulai rektum).
- IBS (irritable bowel syndrome): nyeri perut + perubahan pola BAB tanpa kelainan organik.
- Divertikulosis/Divertikulitis: kantong di kolon—umum di sigmoid.
- Kolitis infeksi (mis. C. difficile), iskemik, mikroskopik.
- Polip adenoma & Kanker kolorektal (KRK)—skrining menyelamatkan nyawa.
- Volvulus sigmoid: torsi/putaran usus → obstruksi akut.
Rektum/Anus
- Hemoroid, fisura ani, abses/fistula, proktitis (IBD/infeksi), kanker rektum.
- Gangguan pelvic floor (disfungsi otot dasar panggul) → konstipasi/inkontinensia.
Gejala yang Sering Muncul & “Bendera Merah”
Keluhan umum: nyeri ulu hati/heartburn, mual, muntah, perut kembung, diare/konstipasi, darah di tinja, berat badan turun, disfagia. Segera ke fasilitas darurat bila ada:
- Muntah darah/BAB hitam, perdarahan aktif
- Nyeri perut hebat mendadak atau perut kaku
- Disfagia progresif (makanan padat → cair)
- Penurunan berat badan tidak sengaja, demam menetap
- Dehidrasi berat, pusing/sinkop
Bagaimana Dokter Menegakkan Diagnosis?
- Wawancara & pemeriksaan fisik Pola gejala, pemicu (makanan, obat), riwayat keluarga, penyakit komorbid.
- Laboratorium Darah lengkap (anemia/inflamasi), fungsi hati/tiroid, elektrolit; feses (leukosit/parasite/antigen H. pylori), calprotectin feses (membedakan IBD vs IBS).
- Endoskopi
- Gastroskopi: melihat esofagus–lambung–duodenum; biopsi untuk H. pylori, gastritis, Barrett, celiac.
- Koloskopi: menilai kolon–rektum; mengangkat polip (pencegahan KRK), menilai IBD/kolitis.
4. Pencitraan
USG (hepatobilier), CT/MRI bila curiga komplikasi, MR enterografi (Crohn). pH-metri/manometri untuk GERD/gangguan motilitas.
5. Uji khusus
Urea breath test/antigen feses (H. pylori), tes intoleransi laktosa, tes empedu/feses lemak, uji genetik (bila indikasi keluarga/IBD tertentu).
Prinsip Penanganan (Tergantung Penyakit)
- Modifikasi gaya hidup & diet: batasi pemicu GERD (pedas/asam/kopi/alkohol), makan porsi kecil-sering, serat cukup (IBS dengan hati-hati), hidrasi, berhenti merokok, kontrol berat badan.
- Farmakoterapi
- GERD/ulkus: PPI/H₂-RA, eradikasi H. pylori bila positif.
- IBD: aminosalisilat, kortikosteroid, imunomodulator, hingga biologik/janus kinase inhibitor.
- IBS: antispasmodik, serat larut (psyllium), laksatif/antidiare terpilih; terapi psikogastro (CBT, hipnoterapi usus) bila perlu.
- Divertikulitis: antibiotik selektif + diet bertahap; kasus rumit butuh bedah.
- Endoskopi terapeutik: polipektomi, dilatasi striktur, hemostasis perdarahan.
- Bedah: kanker kolorektal, IBD refrakter/komplikasi, volvulus, perforasi, stenosis berat.
Pencegahan & Skrining
- Eradikasi H. pylori menurunkan risiko ulkus/kanker lambung pada kelompok indikasi.
- Skrining kanker kolorektal: mulailah sesuai usia/risiko (misal 45–50 tahun untuk risiko rata-rata), dengan tes tinja berbasis DNA/FIT atau kolonoskopi periodik.
- Vaksinasi (hepatitis A/B) untuk risiko tertentu, kebersihan tangan & makanan bersih mencegah infeksi saluran cerna.
- Obat bijak: hati-hati NSAID, opioid, antikolinergik—diskusikan “pelindung lambung” atau alternatif.
Hubungan dengan “Maag” (Istilah Populer)
“Maag” sering mengacu pada dispepsia/GERD/gastritis. Penting diingat, keluhan ulu hati bisa juga meniru penyakit lain (batu empedu, pankreatitis, bahkan jantung). Tanda bahaya harus diinvestigasi, bukan hanya diobati antasida.
FAQ
1) Bedanya IBS dan IBD apa?
IBS: gangguan fungsional (tanpa peradangan organik); IBD (Crohn/kolitis ulseratif): peradangan struktural yang dapat merusak usus. Calprotectin feses & endoskopi membantu membedakan.
2) Kapan saya butuh kolonoskopi?
Skrining mulai usia 45–50 tahun (risiko rata-rata) atau lebih awal bila ada riwayat keluarga/polyposis. Juga bila ada alarm: BAB berdarah, anemia, penurunan berat badan, perubahan pola BAB menetap.
3) Apakah semua GERD perlu endoskopi?
Tidak. Tanpa bendera merah, bisa uji terapi PPI 4–8 minggu. Endoskopi bila gejala persisten/berulang, usia >50–55, atau dicurigai komplikasi.
4) Perlukah probiotik?
Dapat bermanfaat pada sebagian kasus (mis. diare terkait antibiotik, IBS tertentu), tetapi strain-spesifik dan efeknya modest. Konsultasikan pilihan strain/dosis.
5) Apakah stres menyebabkan penyakit pencernaan?
Stres memperberat gejala (sumbu otak–usus), terutama IBS/GERD, namun bukan satu-satunya penyebab. Pendekatan bio-psiko-sosial sering paling efektif.
6) Saya sering kembung. Apakah harus diet bebas gluten?
Tidak otomatis. Celiac perlu konfirmasi serologi/biopsi. Diet eliminasi tanpa indikasi dapat menimbulkan defisiensi nutrisi.
7) Kapan harus ke IGD?
Darah di muntah/tinja, nyeri perut mendadak hebat, demam tinggi + kaku perut, dehidrasi berat, atau disfagia progresif.
Referensi (pilihan, tepercaya)
- Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease. Elsevier – teks standar penyakit GI (diagnosis & terapi).
- ACG/AGA Guidelines (American College/Association of Gastroenterology) untuk GERD, dispepsia, IBD, divertikulitis, skrining KRK.
- NICE Guideline – Dyspepsia & GORD; Suspected cancer recognition and referral; IBS in adults.
- Maastricht VI/Florence Consensus – eradikasi Helicobacter pylori.
- UptoDate / BMJ Best Practice – ringkasan klinis berbasis bukti; skrining KRK (USPSTF/ACS).
- ESGE/ASGE – rekomendasi endoskopi diagnostik & terapeutik.
Artikel ini bertujuan edukasi dan tidak menggantikan konsultasi. Jika Anda memiliki gejala persisten/berat, segera periksakan diri ke dokter untuk evaluasi dan rencana terapi yang tepat.