September 1, 2025, 10:25 am

Diare & “Maag”: Apa Hubungannya dan Cara Menanganinya

Diare & “Maag”: Apa Hubungannya dan Cara Menanganinya

Ringkasannya dulu

  • Diare = buang air besar cair/encer ≥3 kali/hari; akut bila <14 hari, persisten 14–30 hari, kronik >4 minggu. Penyebab tersering diare akut adalah infeksi (gastroenteritis) dan biasanya membaik dengan rehidrasi/ORS.  
  • Istilah Indonesia “maag” umumnya merujuk pada dispepsia/gastritis atau GERD (asam lambung naik). Keduanya menimbulkan nyeri/perih ulu hati, mual, kembung.
  • Mengapa bisa muncul bersamaan?
  1. Gastroenteritis sering memberi gejala “maag” (mual, kram ulu hati) plus diare.  
  2. Obat dan terapi “maag dapat memicu diare:
  • Antibiotik (mis. untuk eradikasi H. pylori) → antibiotic-associated diarrhea. Probiotik tertentu dapat mengurangi efek samping ini.  
  • PPI jangka panjang → asosiasi peningkatan risiko Clostridioides difficile dan SIBO pada sebagian studi/meta-analisis. Gunakan PPI secara perlu & tepat dosis.  
  1. NSAID (sering diminum untuk nyeri) dapat mengiritasi lambung dan usus halus (NSAID enteropathy) → nyeri perut, perdarahan samar, kadang diare.  
  2. Gangguan fungsional tumpang-tindih: dispepsia fungsional dan IBS sering overlap (>50%), sehingga satu orang bisa mengalami keluhan “maag” dan perubahan pola BAB (termasuk diare).  
Di bawah ini penjelasan lengkap dan langkah praktisnya.

Apa itu diare, dan apa bedanya dengan “maag”?


Diare: tinja cair/encer yang frekuensinya meningkat (umumnya ≥3 kali/hari). Klasifikasi:
  • Akut: <2 minggu (definisi klinis umum); persisten: 2–4 minggu; kronik: >4 minggu. Penyebab akut tersering: infeksi virus/bakteri/parasit; kunci terapi = rehidrasi.  
“Maag” di praktik sehari-hari adalah istilah payung untuk:
  • Dispepsia/gastritis: nyeri/perih ulu hati, cepat kenyang, kembung, mual.
  • GERD: heartburn/regurgitasi karena katup LES “longgar”.
Keduanya tidak otomatis menyebabkan diare, tetapi bisa bersamaan karena faktor di bawah.

6 Jalur yang Menghubungkan Diare dengan Keluhan “Maag”


1) Gastroenteritis (infeksi lambung–usus)

Infeksi saluran cerna atas sering memberi mual, muntah, nyeri ulu hati (terasa seperti “maag”), lalu diare. Mayoritas kasus akut self-limited, dan membaik dengan ORS serta makan bertahap.  

2) Antibiotik untuk keluhan lambung

Pada dispepsia karena H. pylori, terapi eradikasi memakai kombinasi antibiotik + PPI. Efek samping yang cukup sering: diare. Tambahan probiotik multi-strain tertentu dapat meningkatkan angka eradikasi dan menurunkan risiko diare selama terapi (meski tidak semua strain sama efektifnya). 

3) PPI jangka panjang

PPI menekan asam (bagus untuk GERD/ulkus), tetapi penggunaan jangka panjang dikaitkan pada studi observasional/meta-analisis dengan kenaikan risiko:
  • Infeksi C. difficile (diare berair, bisa berdarah, demam; sering setelah antibiotik/dirawat). 
  • Small Intestinal Bacterial Overgrowth (SIBO) → perut kembung, diare/konstipasi berganti, tidak nyaman. Risiko terlihat meningkat pada meta-analisis, dengan kecenderungan naik seiring durasi. (Catatan: hubungan kausal masih diperdebatkan; tetap gunakan PPI bila indikasi kuat.)  

4) NSAID enteropathy

NSAID (ibuprofen, diklofenak, aspirin dosis analgetik) dapat melukai usus halus, menimbulkan erosi/ulkus, perdarahan samar, anemia, dan kadang diare—bahkan setelah pemakaian tidak terlalu lama pada sebagian kasus. Pertimbangkan hentikan/ganti dan diskusikan proteksi mukosa bila memang wajib digunakan.
  

5) Tumpang-tindih sindrom fungsional (FD–IBS)

Studi Rome IV menunjukkan overlap >50% antara dispepsia fungsional (FD) dan irritable bowel syndrome (IBS). Pasien dengan overlap cenderung gejalanya lebih berat dan sering mencari pertolongan. Ini menjelaskan kenapa seseorang bisa mengalami “maag” dan diare berulang tanpa kelainan organik jelas.  

6) Intoleransi makanan & pola makan

Intoleransi laktosa/fruktosa atau pola makan tinggi lemak pedas dapat memperberat keluhan lambung sekaligus memicu diare pada sebagian orang. (Prinsip klinis umum; uji eliminasi terarah bisa membantu.)

Kapan perlu curiga penyebab spesifik?

  • Diare berair akut tanpa darah/demam → paling sering infeksi virus; rehidrasi cukup.
  • Diare berdarah/berdemam/nyeri berat/lebih dari 7 hari → pertimbangkan uji tinja (PCR panel/kultur) sesuai pedoman.  
  • Baru minum antibiotik atau riwayat dirawat → pikirkan C. difficile.  
  • Pemakaian NSAID → pertimbangkan enteropati NSAID
  • Kronik/fluktuatif + kembung → evaluasi IBS/SIBO, pertimbangkan kaitan PPI jangka panjang.  

Pemeriksaan apa yang biasanya dilakukan?

  1. Penilaian klinis & hidrasi. Tanda dehidrasi, demam, darah di feses, lama gejala, obat-obatan yang diminum (PPI, antibiotik, NSAID).
  2. Uji tinja terarah pada kasus yang perlu: darah/ demam/nyeri berat, gejala >7 hari, risiko wabah/pekerjaan khusus, atau kecurigaan patogen spesifik (termasuk C. difficile bila cocok). Panel PCR multipelks makin disarankan karena cepat-akurat.  
  3. Endoskopi bila gejala “maag” persisten dengan “alarm” (anemia, muntah berulang, penurunan berat badan, disfagia) atau bila dicurigai kelainan organik.
  4. Uji H. pylori (napas/antigen tinja) bila dominan dispepsia, mengikuti aturan hentikan PPI dulu agar hasil akurat—di luar fase gawat. (Prinsip pedoman ACG/IDSA umum.)

Penanganan praktis bila Anda punya “maag” + diare


1) Rehidrasi adalah nomor satu

  • Gunakan ORS (oral rehydration solution): larutan air-glukosa-garam osmolaritas rendah yang terbukti menyelamatkan jiwa dan mengurangi kebutuhan infus. Minum sedikit-sering; lanjutkan makan bertahap. Zink bermanfaat terutama pada anak (10–14 hari); pada dewasa, fokus utama tetap rehidrasi

2) Atur makan “ramah lambung”

  • Porsi kecil, rendah lemak, hindari pedas/gorengan/kafein/soda sementara.
  • Istirahatkan lambung 6–12 jam pertama bila mual berat, lanjut BRAT-like (bubur/nasi, pisang, roti panggang, sup bening), kemudian kembali ke diet seimbang. (Prinsip klinis umum.)

3) Obat simtomatik yang bijak

  • Loperamide boleh untuk diare berair tanpa demam/darah pada dewasa imunokompeten; hindari bila curiga diare inflamasi/kolitis toksik. Bismuth subsalisilat dapat membantu diare dan gejala dispepsia ringan. Ikuti label & saran dokter.  
  • PPI/H2-blocker tetap boleh dipakai untuk gejala refluks/nyeri ulu hati dalam jangka pendek. Evaluasi ulang kebutuhan jika Anda mengalami diare berulang—terutama bila ada faktor risiko C. difficile/SIBO.  

4) Tinjau obat rutin Anda

  • Sedang konsumsi antibiotik (termasuk untuk H. pylori)? Diare mungkin efek samping; diskusikan kemungkinan probiotik tertentu untuk menurunkan antibiotic-associated diarrhea
  • Rutin minum NSAID? Pertimbangkan alternatif non-NSAID, atau proteksi mukosa dan evaluasi khusus bila diare/pucat/nyeri menetap.  

5) Kapan perlu antibiotik?

Sebagian besar diare akut tidak perlu antibiotik. Antibiotik dipertimbangkan pada kasus terpilih (mis. disentri/kolera, demam tinggi/terlihat toksik, pelancong dengan diare sedang-berat) sesuai pedoman. Keputusan dokter berdasarkan gejala, faktor risiko, dan hasil uji tinja.  

6) Kapan harus ke IGD/dokter segera?

  • Tanda dehidrasi sedang–berat, diare berdarah, demam tinggi, nyeri perut berat menetap, diare >48–72 jam tanpa perbaikan, usia lanjut/ komorbid berat, atau gejala “maag” dengan tanda bahaya.  

Skenario klinis yang sering terjadi


A) “Sejak minum obat lambung, saya malah sering mencret.”

  • Jika obatnya antibiotik untuk H. pylori: kemungkinan antibiotic-associated diarrhea → lanjutkan sesuai resep, tambah rehidrasi, pertimbangkan probiotik tertentu (diskusikan dengan dokter), dan laporkan bila ada darah/demam.  
  • Jika obatnya PPI lama-lama: evaluasi indikasi dan durasi. Pada gejala diare berulang/berbau tajam setelah rawat/antibiotik, pertimbangkan uji C. difficile. Pada kembung-diare kronik, evaluasi risiko SIBO.  

B) “Saya maag dan sering minum ibuprofen. BAB saya jadi cair/gelap.”

  • Curiga enteropati NSAID atau perdarahan samar. Hentikan/ganti obat, lakukan evaluasi dokter (kadang perlu kapsul endoskopi). 

C) “Perut saya perih, sering kembung, BAB bisa cair berganti sembelit.”

  • Mungkin overlap FD–IBS. Pendekatan: edukasi pakar, modifikasi diet (mis. uji eliminasi FODMAP terarah), psikoedukasi gut–brain, terapi bertahap personal.  

FAQ


1) Apakah “maag” bisa menyebabkan diare? Tidak langsung. “Maag” (dispepsia/GERD) pada dasarnya keluhan lambung atas; namun bisa muncul bersamaan dengan diare karena gastroenteritis, efek obat (antibiotik, PPI), NSAID enteropathy, atau overlap FD–IBS.  

2) Kapan saya perlu tes tinja? Bila ada darah demam nyeri berat, durasi >7 hari, terjadi wabah, atau faktor risiko tertentu (pelancong, imunosupresi, pasca antibiotik/RS). PCR panel/kultur dapat mengidentifikasi patogen lebih cepat. 

3) PPI saya bikin diare? Studi observasional/meta-analisis menunjukkan asosiasi PPI dengan C. difficile dan SIBO (terutama durasi panjang). Diskusikan evaluasi dan rencana taper bila indikasi sudah tidak kuat. 

4) Apakah zinc perlu bila saya dewasa? Rekomendasi zink 10–14 hari jelas untuk anak. Pada dewasa, fokus utama tetap rehidrasi (ORS); zink tidak rutin direkomendasikan.  

5) Probiotik apakah perlu saat terapi H. pylori? Beberapa multi-strain terbukti menurunkan diare dan sedikit meningkatkan keberhasilan eradikasi, tetapi tidak semua efektif. Pilih berbasis bukti; konsultasikan pada dokter.  

6) Kapan loperamide aman? Aman pada diare berair tanpa demam/darah pada dewasa sehat. Hindari pada diare berdarah/ demam tinggi (curiga kolitis). 

7) Kapan harus segera ke IGD? Bila muncul dehidrasi, diare berdarah, demam tinggi, nyeri berat, sinkop, diare tak membaik >48–72 jam, usia lanjut/komorbid berat.

Penutup (pesan dokter)


Diare dan “maag” sering bertemu di klinik—bukan karena yang satu selalu menyebabkan yang lain, melainkan berbagi pemicu: infeksi, obat, dan gangguan fungsional yang tumpang-tindih. Rehidrasi (ORS) tetap kunci pada diare; untuk keluhan “maag”, pakai PPI/H2-blocker secara tepat indikasi dan durasi.

Segera uji tinja bila ada tanda bahaya atau faktor risiko. Jika Anda sering mengalami keduanya, mintalah dokter meninjau obat-obatan (PPI, NSAID, antibiotik), menilai kemungkinan overlap FD–IBS/SIBO, dan menyusun rencana diet-gaya hidup yang terpersonalisasi.Sumber rujukan utama: definisi & terapi diare (WHO/ACG/CDC/IDSA), penggunaan ORS & zinc (WHO/UNICEF), tata laksana diare pada dewasa (AAFP/ACG/IDSA), efek samping antibiotik & probiotik adjuvan pada terapi H. pylori, serta bukti observasional/meta-analisis mengenai PPI–C. difficile/SIBO dan enteropati NSAID.  
Catatan: Artikel ini bersifat edukasi umum dan tidak menggantikan konsultasi langsung. Bila gejala Anda berat/menahun atau ada tanda bahaya, segera periksakan diri.
Blog Post Lainnya
Gigi & “Maag”: Mengapa Mulut yang Tidak Terawat Bisa Memperparah Keluhan Lambung?
Gigi & “Maag”: Mengapa Mulut yang Tidak Terawat Bisa Memperparah Keluhan Lambung?Sep 4, 2025. Intinya. “Maag” di Indonesia biasanya merujuk pada dispepsia (nyeri/ketidaknyamanan ulu hati) dan GERD (asam naik ke kerongkongan). Kesehatan gigi–mulut yang buruk tidak otomatis menciptakan GERD,
Lambung: struktur, fungsi, kendali, dan penyakit penting
Lambung: struktur, fungsi, kendali, dan penyakit pentingSep 3, 2025Lambung adalah “ruang olah” di antara kerongkongan dan usus dua belas jari (duodenum). Tugas utamanya: menyimpan, mencampur, dan mengurai makanan menjadi kimus (chyme) dengan bantuan asam, enzim, dan
Kenapa OAINS dan Kortikosteroid Bisa Menyebabkan “Maag”?
Kenapa OAINS dan Kortikosteroid Bisa Menyebabkan “Maag”?Sep 2, 2025OAINS (obat anti-inflamasi nonsteroid)—ibuprofen, naproksen, diklofenak, aspirin dosis analgesik—dapat melukai lambung & duodenum lewat dua mekanisme:. Efek sistemik: menghambat COX-1/COX-2 →
`Show More
-
-
Dapatkan Heion Ashwagandha+ di marketplace favorit kamu
-
Social Media
Contact Us
62 8784-7365-360
ask.dailyheion@gmail.com
Disclaimer
Hasil yang didapatkan setiap individu bisa berbeda-beda, semua itu tergantung dari kondisi tubuh dan metabolisme masing-masing.
-
@2025 Heion Inc.